Tangerang, rsa.or.id – Segitiga RSA, sebuah tagline yang kerap disampaikan Road Safety Association (RSA) Indonesia dalam beberapa kesempatan syiar keselamatan jalan merupakan solusi di tengah karut marut kondisi lalu lintas jalan di Indonesia yang masih dibayangi tingginya angka kecelakaan.

Untuk diketahui, segitiga RSA terdiri dari Rules, Skill, dan Attitude dipahami sebagai pemahaman terhadap aturan lalu lintas jalan yang berlaku (Rules), penguasaan keterampilan berkendara yang mencukupi yang mutlak dimiliki seorang pengendara (Skill), dan kemauan dan kemampuan menjadi pengguna jalan yang baik dengan menerapkan perilaku yang santun (Attitude).

Hal itu yang disampaikan oleh RSA Indonesia saat menyambangi acara Test Drive yang digelar Air Asia berkolaborasi dengan Bank CIMB Niaga di kawasan Tangerang, Banten, Selasa (17/4) lalu. RSA Indonesia hadir sebagai pemateri dalam talk show yang bertajuk ‘Keamanan Berkendara dengan Mobil’.

Dalam talk show yang diikuti puluhan karyawan Air Asia itu, Sekjen RSA Indonesia, Nursal Ramadhan mengulik ‘dosa-dosa’ yang kerap dilakukan pengendara mobil dilihat dari tiga aspek dari Segitiga RSA. Dia mengambil contoh, berkendara dengan melintas di bahu jalan tol.

“Secara rules, melintas di bahu jalan melanggar aturan, pasal 118 UU 22/2009. Sudah seharusnya, bahu jalan hanya untuk kepentingan darurat saja,” ujar Nursal.

Sedangkan dari aspek Skill, kata Nursal, pelanggaran bahu jalan adalah fakta bahwa sekian banyak pengguna jalan hanya bisa memiliki keterampilan berkendara tanpa memahami esensi berlalu lintas.

“Padahal esensi berlalu lintas adalah berpindahnya manusia dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan secara aman, nyaman, lancar, dan selamat untuk semua pengguna jalan,” tukas Nursal.

Melintas di bahu jalan tol, lanjut Nursal, salah satu penyebab kemacetan, saat mereka berpindah kembali ke lajur paling kiri (jalur lambat) , akan terjadi handicap yang menyebabkan mobil-mobil yang berada di lajurnya menjadi melambat. “Inilah yang menimbulkan kemacetan panjang,” ujar Nursal.

Pemahaman akan berlalu lintas inilah, diungkapkan Nursal, sebagai kunci penting terpenuhinya aspek Attitude dalam Segitiga RSA. Menurutnya, perilaku santun dan positif hampir jarang ditemui saat ini di jalan raya.

“Semua orang merasa paling benar, merasa dirinya punya urusan lebih penting dari yang lain hingga berkendara terburu-buru, abaikan pengguna jalan lain, abaikan keselamatan diri sendiri dan orang lain,” tutur Nursal.

Nursal juga mengungkapkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas jalan yang terjadi di jalan tol pada 2017 meningkat 5% jika dibandingkan tahun sebelumnya. “Di 2016 ada 1.168 kejadian, di 2017 naik jadi 1.232 kejadian,” ungkap Nursal.

Untuk itu, Nursal menegaskan penerapan Segitiga RSA harus dilakukan secara simultan atau terus menerus selama berada di jalan raya.

“Menerapkan segitiga RSA jangan secara terpisah atau parsial. Bisa jadi seseorang punya keterampilan mengemudi yang mumpuni tapi nggak peduli dengan aturan yang ada, sama saja bohong (sia-sia),” tandasnya.

“Segitiga RSA, terapkan secara simultan, ini solusi (RSA Indonesia) untuk terciptanya keselamatan berlalu lintas,” pungkas Nursal.

Dalam kesempatan itu, selain Nursal, juga dihadiri oleh Ketua Umum RSA Indonesia, Ivan Virnanda dan Badan Pengawas Lucky Junan Subiakto.

Acara yang rencananya berlangsung satu jam itu, ditambah durasinya menjadi tiga jam melihat antusiasme peserta dalam menyimak dan berdiskusi seputar keselamatan jalan bersama RSA Indonesia. (ls)

About RSA Admin

RSA memfokuskan diri pada isu-isu pentingnya keselamatan jalan dengan menekankan ketaatan kepada peraturan lalu lintas, perilaku berkendara yang tepat dan standar minimum keterampilan berkendara.