JAKARTA – Anak-anak merupakan generasi penerus. Mereka wajib diproteksi dari malapetaka, termasuk dari jagal jalan raya. Proteksi terhadap anak-anak di bawah umur 17 tahun tak semata sebagai korban kecelakaan lalu lintas jalan. Lebih dari itu, memproteksi agar mereka tidak menjadi pelaku kecelakaan. Ini persoalan super serius karena bisa menimbulkan penderitaan terhadap orang lain.

Kasus kecelakaan Ahmad Abdul Qodir Jaelani alias Dul, Minggu (8/9/2013) dinihari membuka mata kita. Kecelakaan di KM 82.000 Tol Jagorawi, sekitar Cibubur itu, merenggut 6 korban jiwa dan 9 luka-luka. Pihak kepolisian mengatakan, mobil Mitsubhisi Lancer yang dikemudikan Dul lepas kendali, menabrak pembatas jalan dan masuk ke lintasan arah berlawanan. Mobil sedan B 80 SAL menabrak minibus Daihatsu Grand Max B 1349 TEN. Korban jiwa bergelimpangan dari mobil Grand Max.

Hingga Minggu siang kepolisian masih mendalami kasus tersebut. Publik berharap kepolisian bisa tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu. Kita lihat saja nanti.

Pelaku Kecelakaan

Fakta memperlihatkan, pada 2012, khusus di kawasan Polda Metro Jaya, anak-anak di bawah usia 16 tahun yang menjadi pelaku kecelakaan lalu lintas jalan melonjak drastis. Bila pada 2011 baru 40 kasus, tahun lalu menjadi 104 kasus. Artinya, melonjak 160%. Memprihatinkan.

Sebagai pelaku kecelakaan bisa dimaknai bahwa mereka adalah para pengendara kendaraan bermotor. Artinya, mereka bisa melenggang berkendara di jalan raya tanpa intervensi berarti dari lingkungan sekitar. “Peran para orang tua membendung anak-anaknya berkendara di jalan raya patut dipertanyakan,” ujar Edo Rusyanto, ketua umum Road Safety Association (RSA), di Jakarta, Minggu (8/9/2013).

Data Ditlantas Polda Metro Jaya menyebutkan, dari enam kelompok usia pelaku kecelakaan, rentang di bawah 16 tahun mencatat lonjakan tertinggi. Kelompok lainnya, hanya rentang 22-30 tahun yang naik 8,53%. Selebihnya mencatat penurunan berkisar 2-6%.

Kelompok usia 31-40 tahun mencatat penurunan paling tajam, yakni 5,74%. Berbanding terbalik dengan kelompok anak-anak di bawah umur. “Bisa jadi semakin matang usia semakin lebih hati-hati ketika berkendara,” kata dia.

Berkendara butuh kematangan jiwa yang berarti tidak mudah terprovokasi oleh situasi sekitar. Karena itu, persyaratan bagi penerima surat izin mengemudi (SIM) C bagi pesepeda motor dan SIM A bagi pemobil, minimal berusia 17 tahun.

Dari sisi kontribusi, anak-anak di bawah umur, menyumbang 1,72% terhadap total pelaku kecelakaan. Tahun 2012, tercatat 6.064 pengendara yang menjadi pelaku kecelakaan di Jakarta dan sekitarnya. Sedangkan, rentang 22-30 tahun, menjadi penyumbang terbesar, yakni 33,13%.

Di sisi lain, anak-anak sebagai korban kecelakaan anjlok 27,98%. Khususnya, untuk rentang usia 1-10 tahun. Mirip dengan diposisi sebagai pelaku, anak-anak yang menjadi korban kecelakaan hanya menyumbang 4,04%. Angka itu merupakan yang terendah dari enam kelompok usia korban.

Pada 2012, jumlah korban kecelakaan lalu lintas jalan di wilayah Polda Metro Jaya tercatat sebanyak 10.003 orang. Jumlah tersebut turun tipis, yakni 2,06% dibandingkan tahun 2011. Korban kecelakaan tersebut mencakup korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan.

Kesadaran orang tua memproteksi anak-anak di bawah umur agar tidak menjadi pelaku kecelakaan harus terus dibangun. Pelaku kecelakaan tak hanya menderita luka-luka atau meninggal dunia, bahkan bisa jadi berujung di balik jeruji penjara.

UU No 22/2009 ttg Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), pasal 310 (1), menegaskan bahwa pengemudi lalai yang mengakibatkan kecelakaan dan timbulkan kerusakan kendaraan/barang bakal kena sanksi penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 1 juta.

Namun, jika lalai dan menimbulkan kecelakaan hingga korban luka ringan & kerusakan kendaraan dan/atau barang sanksinya ada juga yaitu penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 juta.

Bagi mereka yang lalai kemudian bikin kecelakaan dengan korban luka berat, penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta. Sedangkan kalau bikin orang lain meninggal dunia, penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta.

Tapi, pasal 311, jika sengaja mengemudikan kendaraan yang membahayakan nyawa/barang, penjara maks 1 thn/ denda maksimal Rp 3 juta. Lalu, kalau kecelakaan timbulkan kerusakan kendaraan dan/atau barang, penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 4 juta.

Jika kecelakaan bikin korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang, penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp 8 juta. Bikin kecelakaan dengan korban luka berat, penjara paling lama 10  tahun atau denda paling banyak Rp 20 juta. Kecelakaan bikin orang meninggal dunia, penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. (*)

Untuk Kontak:
Edo Rusyanto, Ketua Umum Road Safety Association (RSA)
Mobile: +621818141867
Email: edorusyanto@gmail.com

Foto: Tempo

About Lucky

Disiplin, Tertib, Teratur. 3 hal inilah yang diajarkan oleh orang tua sejak saya kecil sehingga men-darah daging hingga saat ini. Semoga istiqomah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *