Jakarta, rsa.or.id — Polemik GPS pada handphone ini sudah menjadi pembahasan pada saat Maret 2018 silam, saat itu, Kepolisian mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda dalam larangan menggunakan GPS pada handphone. Lalu, saat ini, Januari 2019, bergulir berita tentang MK yang memutuskan menolak gugatan terhadap Pasal 106 (1) dikaitkan dengan penggunaan GPS pada Handphone.
Pertama, yang perlu dipahami, RSA sebagai LSM Keselamatan Berkendara memiliki pendirian yang jelas terhadap aturan yang berlaku, yaitu mematuhinya, kemudian, RSA memiliki konsep keselamatan berkendara yang sederhana, yaitu, segitiga RSA (Rules, Skills, and Attitude) yang mencakup Patuh terhadap aturan, mengenali ketrampilan berkendara, dan memiliki etika dalam berkendara, yang wajib dipahami secara komprehensif.
Menurut kami, keputusan MK sudah sesuai dengan koridornya, karena sudah jelas dalam penjelasan UU No. 106 (1), dan MK pasti akan mengkaji dari sisi aturan yang berlaku, dimana payung hukumnya jelas, dan telah disahkan oleh pemerintah, hanya saja, sebagai pihak yang memiliki konsep segitiga RSA, kami rasa pendekatan dari hal GPS pada handphone ini harus di perbaharui.
Penggunaan GPS pada handphone ini adalah sebuah fenomena arus teknologi, yang tidak dapat kita bendung, maka, ketika MK mengeluarkan keputusan ini, terasa tidak berimbang di masyarakat, dari hal tersebut, kami seringkali meminta kepada para pemangku kebijakan untuk dapat berdiskusi santai mencari solusi di tengah maraknya masalah ini.
Dalam segitiga RSA ada yang dinamakan ketrampilan dalam berkendara, didalamnya mencakup mengenai bagaimana kita mengenal dan memahami fungsi instrumen di kendaraan.
Ada beberapa instrumen di kendaraan yang memiliki fungsi hampir sama dengan GPS, contohnya Spion. GPS dapat diperlakukan sebagai spion, yang hanya dilirik, bukan dilihat. Tapi, tentu saja, pengoperasian pada saat berkendara sangat dilarang, contohnya, melakukan perubahan rute, menggunakan fitur lain di aplikasi GPS, atau bahkan melakukan penggunaan aplikasi lain di handphone tersebut.
Kami berharap, setelah ini, para narasumber bukan hanya mengutip dari press release kami, tapi lebih ke arah duduk dan diskusi, karena tentunya, akan sangat berbeda penjelasan rincinya dengan pihak yang hanya mengutip. (*)