01Feb/19

Polemik GPS Handphone

Jakarta, rsa.or.id — Polemik GPS pada handphone ini sudah menjadi pembahasan pada saat Maret 2018 silam, saat itu, Kepolisian mengeluarkan pernyataan yang berbeda-beda dalam larangan menggunakan GPS pada handphone. Lalu, saat ini, Januari 2019, bergulir berita tentang MK yang memutuskan menolak gugatan terhadap Pasal 106 (1) dikaitkan dengan penggunaan GPS pada Handphone.

Pertama, yang perlu dipahami, RSA sebagai LSM Keselamatan Berkendara memiliki pendirian yang jelas terhadap aturan yang berlaku, yaitu mematuhinya, kemudian, RSA memiliki konsep keselamatan berkendara yang sederhana, yaitu, segitiga RSA (Rules, Skills, and Attitude) yang mencakup Patuh terhadap aturan, mengenali ketrampilan berkendara, dan memiliki etika dalam berkendara, yang wajib dipahami secara komprehensif.

Menurut kami, keputusan MK sudah sesuai dengan koridornya, karena sudah jelas dalam penjelasan UU No. 106 (1), dan MK pasti akan mengkaji dari sisi aturan yang berlaku, dimana payung hukumnya jelas, dan telah disahkan oleh pemerintah, hanya saja, sebagai pihak yang memiliki konsep segitiga RSA, kami rasa pendekatan dari hal GPS pada handphone ini harus di perbaharui.

Penggunaan GPS pada handphone ini adalah sebuah fenomena arus teknologi, yang tidak dapat kita bendung, maka, ketika MK mengeluarkan keputusan ini, terasa tidak berimbang di masyarakat, dari hal tersebut, kami seringkali meminta kepada para pemangku kebijakan untuk dapat berdiskusi santai mencari solusi di tengah maraknya masalah ini.

Dalam segitiga RSA ada yang dinamakan ketrampilan dalam berkendara, didalamnya mencakup mengenai bagaimana kita mengenal dan memahami fungsi instrumen di kendaraan.

Ada beberapa instrumen di kendaraan yang memiliki fungsi hampir sama dengan GPS, contohnya Spion. GPS dapat diperlakukan sebagai spion, yang hanya dilirik, bukan dilihat. Tapi, tentu saja, pengoperasian pada saat berkendara sangat dilarang, contohnya, melakukan perubahan rute, menggunakan fitur lain di aplikasi GPS, atau bahkan melakukan penggunaan aplikasi lain di handphone tersebut.

Kami berharap, setelah ini, para narasumber bukan hanya mengutip dari press release kami, tapi lebih ke arah duduk dan diskusi, karena tentunya, akan sangat berbeda penjelasan rincinya dengan pihak yang hanya mengutip. (*)

30Nov/18

Rencana Pemberlakuan SIM Seumur Hidup Dinilai Cuma Cari Sensasi

Jakarta, rsa.or.id – Pernyataan Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS, H. Almuzzammil Yusuf terkait dengan janji politik PKS akan memberlakukan SIM seumur hidup sangat tidak mendasar dan dinilai hanya mencari sensasi politik demi keuntungan semata.

Sebab, sesuai dengan peraturan Polri, masa berlaku SIM adalah 5 tahun, apabila tidak diperpanjang dalam kurun waktu 1 hari setelahnya, maka pemegang SIM wajib melakukan seluruh test dari awal lagi.

Dengan cara ini, pengendara yang berada di jalan, akan tetap dalam kontrol pemerintah dengan melakukan perpanjangan per 5 tahun.

Menanggapi hak itu, Ketua Road Safety Association Ivan Virnanda mengtakan, dengan adanya janji politik seperti itu, maka akan banyak korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas.

“Karena dari data yang kami miliki sampai saat ini ada sebanyak 30 ribu nyawa hilang per tahun. Artinya ini sama saja dengan 3 nyawa per jam setiap harinya, hal ini berarti melebihi dari korban kecelakaan transportasi udara maupun laut,” ucap dia melalui keterangan tertulis Senin (26/11).

Ia melanjutkan, pengujian keterampilan dan pengetahuan mengenai lalu lintas adalah hal yang mutlak dimiliki oleh seluruh pengendara baik mobil maupun sepeda motor.
Maka dari itu, pihaknya membuat satu formulasi khusus dalam keselamatan jalan, yaitu segitiga RSA, atau segitiga Rules, Skills and Attitude, karena keselamatan jalan adalah sebuah gabungan dari beberapa aspek yang harus dijalankan secara komprehensif bukan secara parsial.

“Kami sebagai organisasi yang lahir dari grass root pengguna jalan, menilai tidak ada keterbukaan yang seharusnya dilakukan oleh para politisi dalam membuat janji politik. Karena ini bisa dikatakan bahwa PKS tidak serius dalam penanganan Keselamatan Jalan di Indonesia,” terang dia.

Target Indonesia untuk menurunkan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas dalam program Dekade Aksi Keselamatan jalan adalah 50% di tahun 2020, dibandingkan dari tahun 2011, dimana hal ini masih jauh panggang dari api.

“Maka kami dengan tegas, menolak janji kampanye murahan ini, yang akhirnya bisa menambah potensi kecelakaan lalu lintas yang lebih tinggi dikemudian hari,” tutup dia.

Dikutip dari: Akurat.co

30Nov/18

Soal SIM Seumur Hidup, RSA: Kelayakan Mengemudi Dipertaruhkan

Jakarta, rsa.or.id – Rencana penghapusan perpanjangan SIM yang digaungkan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) nampaknya akan menuai banyak kontroversi dikalangan masyarakat.

Pasalnya kebijakan ini sekaligus menghilangkan proses perpanjangan SIM lima tahun sekali dimana didalamnya terdapat ujian dasar untuk pengemudi.

Sebagai pengamat dan seorang profesional di bidang keselamatan, Ketua Umum Road Safety Association, Ivan Vinanda, dalam diskusi di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan mengungkapkan ketidaksetujuannya.

Dengan proses ujian pengemudi di momen perpanjangan SIM saja dirasa masih kurang untuk menguji kemampuan pengemudi, apalagi jika dihilangkan.

“Sistem pengujian sekarang masih sangat kurang. Seharusnya ada tes psikologi dengan pertanyaan pertanyaan yang bersifat psikologis bahwa orang ini masih punya kompetensi nggak sih untuk jadi seorang pengemudi?,” ujarnya, Rabu (28/11/2018).

Menurutnya, ada beberapa kekurangan yang dialami pemerintah dalam melakukan uji kelayakan pengemudi pada masa perpanjangan SIM. Kekurangan itu yakni tes psikologi.

“Kalau ujian soal pengetahuan kan sudah ada, lalu teknik mengemudi, lalu ada faktor psikologi yang harus ditanamkan di pengujiaan kita. Bulan Juni dirlantas Polda Metro sudah menggelar ada tes psikologi di setiap perpanjangan sim tapi sampai sekarang belum maksimal,” bebernya.

Ia mengatakan keadaan psikologis pengendara merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keselamatan di jalanan. Ia tidak bisa membayangkan jika kebijakan perpanjangan SIM hilang dan pengujian untuk pengemudi itupun ditiadakan pihak kepolisian.

“Makanya kalau ada pernyataan tes SIM itu tidak  berkaitan dengan angka kecelakaan, itu saya kaget. Kita ini bicara tentang nyawa manusia loh, bukan sekedar data dan biaya pajak sebagainya,” terangnya.

Sebelumnya, PKS berjanji memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup jika memenangi Pemilu 2019.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS Almuzzammil Yusuf dalam keterangan persnya, Jumat (23/11/2018), mengatakan janji tersebut bukan pencitraan.

“Pada Pemilu 2019, PKS berjanji memperjuangkan RUU Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup jika menang Pemilu 2019, itu bukan pencitraan,” Kata Almuzzammil Yusuf.

Ia mengatakan, yang dimaksud pajak sepeda motor adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bea balik nama kendaraan bermotor (PBBNKB), Tarif Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, biaya administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan biaya administrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk sepeda motor berkapasitas kecil.

Sementara yang dimaksud SIM seumur hidup adalah untuk SIM A, SIM B1, Sim B2, SIM C DAN SIM D.

Dia mengatakan sejumlah alasan PKS melontarkan janji kampanye tersebut. Pertama kebijakan ini diyakini akan meringankan beban hidup rakyat.

“Data menunjukkan beban hidup rakyat semakin berat, karena tarif dasar listrik naik, harga beras kualitas medium yang terus naik. Berdasarkan data BPS rata-rata harga beras sepanjang 2010-2018 dari Rp 6.700 naik menjadi Rp 12.000,” jelasnya.

Dia mengatakan, pengurangan beban sekecil apa pun, termasuk misalnya pengurangan pajak dan pembayaran SIM hanya sekali seumur hidup akan disambut gembira rakyat.

“Sebagian besar sepeda motor dimiliki oleh saudara-saudara kita yang lemah ekonominya, mereka orang-orang yang paling akan diuntungkan dari kebijakan ini. Mereka orang-orang yang sedang beranjak dari kelas bawah menuju kelas menengah. Jadi penghapusan pajak sepeda motor ini akan mengurangi beban pemilik 105 juta sepeda motor ini,” kata dia.

Sumber: msn.com

30Nov/18

Janji PKS Soal SIM Seumur Hidup Dinilai Bisa Tingkatkan Kecelakaan

Jakarta, rsa.or.id – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP), Almuzzammil Yusuf berjanji akan memberlakukan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup. Janji ini terkait dengan Pemilu 2019.

Dalam aturannya, masa berlaku SIM adalah 5 tahun, apabila tidak diperpanjang satu hari usai habisnya masa berlaku, maka pemilik SIM wajib melalukan tes dari awal.

Menanggapi itu, LSM Road Safety Association (RSA) mengatakan, janji politik PKS itu tidak mendasar dan hanya mencari sensasi politik saja. Menurut RSA, janji politik itu sekaligus memperlihatkan bahwa PKS tidak serius dalam penanganan keselamatan jalan di Indonesia.

“Maka kami dengan tegas, menolak janji kampanye murahan ini, yang akhirnya bisa menambah potensi kecelakaan lalu lintas yang lebih tinggi di kemudian hari,” kata RSA melalui keterangan tertulis, Senin (26/11/2018).

RSA mengatakan, sampai saat ini korban meninggal akibat kecelakaan terus bertambah, sehingga mereka menilai pengetahuan mengenai lalu lintas jalan adalah hal penting untuk diketahui seluruh pengguna jalan.

“Sampai saat ini memiliki angka [akibat kecelakaan mencapai] 30 ribu nyawa per tahun, ini sama saja dengan 3 nyawa per jam setiap harinya, hal ini berarti melebihi dari korban kecelakaan transportasi udara maupun laut,” ungkap RSA.

Maka dari itu, kata RSA, mereka membuat satu formulasi khusus dalam keselamatan jalan, yaitu segitiga RSA, atau segitiga Rules, Skills and Attitude.

“Sebagai organisasi yang lahir dari grass root pengguna jalan, RSA menilai tidak ada keterbukaan yang seharusnya dilakukan oleh para politisi dalam membuat janji politik. Hal ini bisa dikatakan bahwa PKS tidak serius dalam penanganan Keselamatan Jalan di Indonesia,” ungkap RSA.

Mereka mengatakan, Indonesia sudah menargetkan untuk menurunkan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas melalui program Dekade Aksi Keselamatan jalan sebesar 50 persen di tahun 2020.

 

Dikutip dari: Tirto.id

30Nov/18

RSA: Indonesia Belum Siap Terapkan SIM Seumur Hidup

Jakarta, rsa.or.id – Ketua Umum Road Safety Association (RSA) Ivan Virnanda mengatakan, kebijakan surat izin mengemudi (SIM) yang berlaku seumur hidup, seperti yang dijanjikan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) jika menang Pemilu 2019, belum bisa diterapkan di Indonesia. Salah satu alasannya, karena angka kecelakaan di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara-negara maju.

Selain itu, karena tingkat kedisiplinan yang masih rendah dalam berkendara, Ivan menganggap keberadaan SIM masih sangat diperlukan dan harus diperpanjang lima tahun sekali untuk mengukur ulang keterampilan serta kondisi kesehatan pengemudi.

“SIM itu kan kaitannya dengan skill berkendara yang tingkatnya bisa naik-turun, jadi tidak hanya sebagai izin mengemudi dari pemerintah, tapi juga tentang kemampuan di jalanan, apakah tetap baik atau malah menurun,” kata Ivan dalam diskusi bertajuk “Kontroversi Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup” di kantor DPP PKS, MD Building Jl. TB Simatupang​, Jakarta Selatan, Rabu (28/11).

Menurutnya SIM sebagai kompetensi seseorang dalam berkendara perlu mendapat perhatian secara berkala seperti yang sudah berlaku selama ini, yakni dengan melakukan test ulang setiap lima tahun sekali.

“Kebijakan SIM seumur hidup itu kan di negara maju. Bagaimana tingkat kecelakaan di sana? Tingkat kecelakaan di sana rendah kan? Jadi kita belum saatnya mengadopsi kebijakan tersebut,” tutur Ivan.

Sementara itu, dalam forum yang sama, penggiat sosial media Hafidz Ary Nurhadi mengatakan tidak ada korelasi antara pemberlakuan SIM seumur hidup dengan angka kecelakaan. Faktanya, kata dia, kecelakaan tetap terjadi selama ini meskipun SIM terus diperpanjang setiap lima tahun sekali.

“Enggak ada korelasinya antara pemberlakuan SIM seumur hidup dengan angka kecelakaan, karena kecelakaan tetap terjadi sementara SIM belum dibebasin seumur hidup,” kata dia, Rabu (28/11).

Dikutip dari: Republika.co.id

30Nov/18

Janji PKS soal SIM Seumur Hidup, Begini Kata Pengamat

Jakarta, rsa.or.id – Janji kampanye Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 masih menjadi kontroversi di tengah masyarakat.

Janji itu adalah, jika PKS menang pada pemilu 2019, PKS akan memperjuangkan Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup.

Terkait hal tersebut, Ketua Umum Road Safety Association Ivan Virnada menyebut sistem pemberlakukan SIM seumur hidup di Indonesia belum dapat diterapkan.

Hal itu lantaran masih kurangnya penegakan hukum, serta masih minimnya kesadaran berlalu lintas masyarakat Indonesia.

Serta menurut Ivan penerapan SIM seumur hidup baru dapat diterapkan dinegara maju, tidak di Indonesia yang masih masuk ke negara berkembang.

“Kita belum sampai ke negara maju karena semua literatur dari negara maju. Makanya saya pertanyakan tadi di Indonesia sudah seperti negara maju belum? Pemerintah kita sudah melakukan penegakan hukum sebagai negara maju belum,” ujar Ivan, di DPP PKS, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

Menurut Ivan kebijakan tersebut baru dapat diterapkan jika seluruh sistem yang ada sudah berjalan dengan baik di Indonesia.

“Kalau bicara keselamatan jalan, semua akan berhubungan dari ekonomi, politik, sosial budaya, pengamanan. Jadi seluruhnya itu harus baik dulu,” ujar Ivan.

Secara tegas Ivan pun menyebut pemberlakukan pengujian terhadap seseorang yang ingin memperpanjang SIM tetap diperlukan di Indonesia.

“Kemampuan kognitif seseorang untuk lihat sekitar kan ada batasnya. Makanya pengujian itu tetap harus dilakukan sampai saat ini,” ucap Ivan.

Dikutip dari: Tribunnews.com

30Nov/18

SIM Seumur Hidup Itu Cocok di Negara Maju, di Indonesia Belum

Jakarta, rsa.or.id – Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia masih harus diperpanjang setiap lima tahun. Hal itu dinilai menyusahkan bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS pun berwacana untuk memberlakukan SIM seumur hidup laiknya KTP agar masyarakat tak perlu repot memperpanjangnya.

Namun hal itu dinilai belum bisa diterapkan di Indonesia mengingat angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor masih tinggi. Penerapan SIM seumur hidup disebut Ketua Umum Road Safety Association Ivan Virnanda baru bisa dilakukan di negara maju.

“Kita nggak bisa kontrol diri kita sendiri, kita nggak bisa nilai kita sendiri bisa berkendara atau nggak. Jadi SIM itu kan kompetensi, adalah satu sisi hal lain yang harus kita perhatikan, dan kebijakan SIM seumur hidup itu kan negara maju. Bagaimana tingkat kecelakaan? Tingkat kecelakaan di sana rendah, kan? Jadi kita belum saatnya,” ujar Ivan dikutip dari detiknews.

Sebelumnya hal tersebut juga banyak mendapat kontra dari berbagai pihak, termasuk dari kepolisian. Kasi SIM Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar mengatakan kemampuan seseorang bisa menurun, sehingga perlu dilakukan ujian ulang setiap lima tahun.

“Iya, karena kompetensi seseorang bisa saja menurun termasuk soft competency-nya yaitu kesehatan jasmani maupun rohani. Makanya perlu perpanjang untuk mengetahui soft competency-nya melalui tes kesehatan,” kata Fahri.

“Sehingga diketahui apakah pemohon tersebut kesehatannya masih memadai atau tidak untuk mengemudikan kendaraan bermotor. Bahkan untuk SIM yang sudah habis masa berlakuknya kita haruskan pemohon SIM mengikuti mekanisme SIM baru dengan ujian teori dan praktik,” lanjut Fahri.

Sebagai informasi, wacana soal SIM seumur hidup in pertama kali dilontarkan oleh Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS Almuzzammil Yusuf di DPP PKS.

Muzzammil menilai perbaruan SIM setiap lima tahun menurutnya merepotkan. Ia mencontohkan kebijakan KTP seumur hidup yang berefek positif pada penghematan waktu produktif masyarakat.

“Agar biaya yang dibayar masyarakat ringan. Cukup sekali saja membayar biaya pembuatan SIM. Selain itu, di beberapa negara, telah diberlakukan SIM seumur hidup,” ucapnya.

Dikutip dari: Oto.detik.com

30Nov/18

SIM Seumur Hidup Usulan PKS Dinilai Belum Cocok di Indonesia

Jakarta, rsa.or.id – Janji politik yang diumbar PKS terkait RUU penghapusan pajak sepada motor dan pemberlakuan seumur hidup kurang relevan. Terkhusus untuk pemberlakuan SIM seumur hidup, yang dinilai belum tepat diberlakukan di Indonesia.

Pasalnya, Indonesia belum tergolong negara maju seperti negara pada umumnya di Eropa. Hal itu dikatakan Ketua Umum Road Safety Association Ivan Virnada dalam diskusi di kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

“Makanya saya pertanyakan tadi, apakah Indonesia sudah seperti negara maju belum? umumnya ini hanya bisa diterapkan di negara negara maju,” ujar Ivan.

Menurutnya, masih banyak pembenahan yang harus dilakukan pemerintah kalau ingin mengadopsi kebijakan pemberlakuan SIM seumur hidup. Salah satunya penegakan hukum oleh aparat.

“Pemerintah kita sudah melakukan penegakan hukum seperti negara maju belum? Dibutuhkan penegakan hukum yang baik dan kesadaran berkedara yang baik juga dari masyarakat,” bebernya.

Ia menuturkan, seharusnya setiap orang yang memegang SIM sudah memiliki kapabilitas dan kesadaran penuh dalam berkendara.

Maka dari itu, diperlukan momen perpanjangan SIM lima tahun sekali untuk menguji kesehatan dan kesigapan pengendara dalam berlalulintas.

Jika perpanjangan SIM ditiadakan, maka pengujian terhadap pengendara hilang. Hal ini yang berpotensi meningkatkan angka kecelakaan lalulintas.

“Makanya pernyataan kalau SIM itu tidak berkaitan dengan angka kecelakaan, saya juga kaget. Kita ini bicara tentang nyawa manusia, bukan sekadar data dan biaya pajak sebagainya,” terangnya.

Sebelumnya, PKS berjanji memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup jika memenangi Pemilu 2019.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS Almuzzammil Yusuf dalam keterangan persnya, Jumat (23/11/2018), mengatakan janji tersebut bukan pencitraan.

Pada Pemilu 2019, PKS berjanji memperjuangkan RUU Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup jika menang Pemilu 2019, itu bukan pencitraan,” kata Almuzzammil Yusuf.

Ia mengatakan, yang dimaksud pajak sepeda motor adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bea balik nama kendaraan bermotor (PBBNKB), Tarif Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, biaya administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan biaya administrasi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) untuk sepeda motor berkapasitas kecil.

Sementara yang dimaksud SIM seumur hidup adalah untuk SIM A, SIM B1, Sim B2, SIM C DAN SIM D.

Dia mengatakan, sejumlah alasan PKS melontarkan janji kampanye tersebut. Pertama kebijakan ini diyakini akan meringankan beban hidup rakyat.

“Data menunjukkan beban hidup rakyat semakin berat, karena tarif dasar listrik naik, harga beras kualitas medium yang terus naik. Berdasarkan data BPS rata-rata harga beras sepanjang 2010-2018 dari Rp6.700 naik menjadi Rp12.000,” jelasnya.

Dia mengatakan, pengurangan beban sekecil apa pun, termasuk misalnya pengurangan pajak dan pembayaran SIM hanya sekali seumur hidup akan disambut gembira rakyat.

“Sebagian besar sepeda motor dimiliki oleh saudara-saudara kita yang lemah ekonominya, mereka orang-orang yang paling akan diuntungkan dari kebijakan ini. Mereka orang-orang yang sedang beranjak dari kelas bawah menuju kelas menengah. Jadi penghapusan pajak sepeda motor ini akan mengurangi beban pemilik 105 juta sepeda motor ini,” kata dia.

Dikutip dari: Suara.com

29Nov/18

Diskusi Berubah Jadi Debat, Pertemuan RSA-PKS-Indef Tak Hasilkan Apa-apa

Jakarta, rsa.or.id – Undangan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk hadir ke kantor DPP PKS di jalan TB Simatupang, Jaksel, Rabu (29/11/2018) malam, disambut baik RSA. RSA hadir diwakili oleh Ivan, Ketua Umum RSA sebagai narasumber dan Rio, Badan Kehormatan RSA. Pertemuan itu membahas janji Pemilu 2019 oleh PKS soal penghapusan pajak motor dan SIM Seumur Hidup.

Narasumber lainnya adalah Juru Bicara PKS Pipin Sopian, Hafidz Ary, pegiat media sosial yang juga aktivis PKS dan Rusli Abdullah dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

Hanya saja disayangkan, bahwa sesuai undangan yang diberikan PKS bersifat diskusi publik, namun faktanya, PKS menerapkan konsep debat. Hal ini menjadi debat pro kontra, padahal, RSA berharap ini adalah sebuah diskusi saling memberikan pencerahan, tidak saling bertahan dan menyerang.

Berikut adalah undangan yang diterima RSA yang juga beredar di media sosial percakapan Whatsapp:

BREAKING NEWS!

Rekan-rekan wartawan yth, DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengundang Bapak/Ibu/Sdr rekan-rekan media sekalian untuk menghadiri diskusi publik bertajuk “Kontroversi Penghapusan Pajak Sepeda Motor dan Pemberlakuan SIM Seumur Hidup”.

Diskusi tsb akan diadakan Rabu, 28 November 2018, jam 19.30 WIB di Aula Lt. 1 DPP PKS, MD Building Jl. TB Simatupang​, Jakarta Selatan.

Direncanakan hadir: 1. Jubir PKS, 2. pengamat dari Indef, 3. Aktivis road safety association

Atas perhatian dan kehadirannya, kami ucapkan terima kasih.

Tertanda,

Al Muzammil Yusuf
Juru Bicara Nasional TPP PKS

Konfirmasi kehadiran ke Kurnia (081213000843)

Jalannya Diskusi atau Debat

Perdebatan didominasi soal pendapatan negara atau pajak, meski begitu RSA tetap berusaha berada dalam koridornya, yaitu Keselamatan Jalan (road safety).

Ketika ditanyakan tentang bagaimana pengganti kontrol kompentensi reguler pengendara, PKS memberikan contoh negara maju, dengan berlakukan sistem point bila melanggar, tentu saja hal ini ditolak RSA.

RSA menilai hal tersebut terkait dengan masalah karakter masyarakat yang tidak bisa disamakan antara negara maju dan negara berkembang seperti Indonesia, dan Jubir PKS, Pipin tidak bisa membantah bahwa sistem point tersebut memang hanya berlaku di negara maju.

RSA menegaskan, kontrol kompetensi pengendara bukan hanya dilakukan dengan law enforcement, tapi banyak lagi strategi filtrasi yang secara implisit dalam mengontrol pengguna kendaraan bermotor di jalan raya. Dan kontrol reguler ini (perpanjangan SIM) adalah salah satu kontrol, dan jika itu dihilangkan, berarti PKS menghilangkan satu proses filtrasi tanpa berikan solusinya.

RSA menyimpulkan, ketidaksamaan frekuensi topik dalam debat malam tadi, membuat hasil pertemuan malam tadi menjadi tidak jelas. Selain hanya berisi perdebatan, RSA juga menilai tidak mendapat lawan bicara yang memamahi betul tentang Keselamatan Jalan. Argumen yang diberikan hanya sebatas teori-teori ekonomi. Ironisnya, PKS bersifat defensif dalam menanggapi masukan dan usulan yang disampaikan RSA.

Namun demikian, setiap pertemuan selalu memiliki hikmah. Pertemuan malam tadi, kami tidak menang atau kalah, karena kami memiliki sikap bahwa konsep diskusi akan jauh lebih baik ketimbang berdebat, namun kami telah menancapkan satu hal yang pasti, yaitu Keselamatan Jalan tidak terukur oleh uang.

Sementara melalui pembicaraan informil, RSA mengajak PKS untuk kembali duduk di dalam forum diskusi yang lebih komprehensif dengan niat untuk saling beri masukan dan saran, dan ini disambut baik oleh Jubir PKS, Pipin Sopian.


Road Safety Association adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bersifat Yayasan yang digagas pada tahun 2005 dengan Akta Perubahan No. 45, Tanggal 28 Pebruari 2014, Notaris : Marthin Aliunir, SH. dan No. SK Kemkumham : AHU-00461.60.10.2014.

Nomor kontak :
Ivan 0811941355
Rio 08121271978

26Nov/18

Usulkan SIM Pelajar, RSA: Gubernur Jateng Tak Memahami Keselamatan Jalan

Jakarta, rsa.or.id – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di Semarang, Rabu (21/11/2018) lalu, mengatakan pihaknya akan mengusulkan diterbitkannya Surat Izin Mengemudi (SIM) khusus Pelajar sebagai jawaban maraknya pengendara di kalangan pelajar yang notabene di bawah usia 17 tahun, usia minimal pemegang SIM.

Pernyataan Ganjar itu, dinilai Lembaga Swadaya Masyakarat Pemerhati Keselamatan Jalan, Road Safety Association (RSA) Indonesia sebagai bukti bahwa para pejabat di Indonesia masih banyak yang belum memahami permasalahan keselamatan jalan (road safety).

“Hal ini kami yakini, bahwa memang para pejabat negara Indonesia masih banyak yang belum memahami masalah keselamatan jalan,” kata Anggota Badan Kehormatan RSA Indonesia, Rio Octaviano, Senin (26/11/2018).

Dikatakan Rio, melalui program Dekade Aksi Keselamatan Jalan yang dicanangkan oleh World Health Organisation (WHO), Indonesia memiliki target penurunan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas sebesar 50% di tahun 2020, dibandingkan dengan tahun 2011. “Kami ragu, pemerintah memberikan perhatian khusus mengenai masalah ini,” tukas Rio.

Hingga kini, diungkapkan Rio, masih ada sekitar 30 ribuan pengguna jalan yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Hal ini berarti, sekitar 3 nyawa tiap jam melayang akibat kecelakaan lalu lintas.

“Melihat dari statemen beliau, bahwa melihat fakta yang ada, anak dibawah umur 17 tahun akan dizinkan berkendara, adalah sebuah pemahaman yang keliru, karena hal ini adalah upaya untuk membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar,” ujar Rio.

Dari data yang dimiliki RSA Indonesia yang bersumber dari Korlantas Polri, per 14 Maret 2018, bahwa di tahun 2017 untuk korban dengan usia di bawah 19 tahun adalah sekitar 40 ribu, dan pelaku dari kecelakaan berada di angka sekitar 8.900 orang.

“Data menunjukkan, kecelakaan yang libatkan pelajar meningkat terus dari tahun ke tahun, bahkan tidak hanya sebagai korban, pelajar yang notabene masuk kategori anak dan remaja, sudah menjadi pelaku kecelakaan. Tidak masuk di akal (usulan SIM khusus pelajar). Entah apa jadinya, jika usia anak dan remaja diberikan SIM khusus,” tegas Rio.

Sementara Ketua Umum RSA Indonesia, Ivan Virnanda mengatakan bahwa dari faktor fisik, anak dan remaja atau pelajar dinilai belum layak untuk berkendara.

“Tidak hanya mental, fisik pun berpengaruh. Ini terutama buat anak-anak usia bawah, seperti SMP dan SD. Kaki yang belum cukup jenjang untuk menginjak pedal rem dan gigi motor, misalnya, bisa membahayakan diri dan orang lain,” kata Ivan

Ivan menegaskan, mengizinkan anak di bawah umur berkendara di jalan, termasuk dengan menerbitkan SIM khusus pelajar, justru akan menambah risiko si anak atau remaja terlibat kecelakaan.

“Semua, kita tahu, secara emosi, anak remaja di bawah umur masih labil. Saat di jalan raya yang diisi dengan beragam karakter pengguna jalan, dapat memancing bahkan memprovokasi perilaku anak,” ujar Ivan.

Ivan pun mengutip pernyataan psikolog anak dan perkembangan, Anna Surti Ariani, Psi. Menurut psikolog yang akrab disapa Nina itu, ada 3 alasan mengapa usia anak dan remaja (pelajar) belum layak untuk berkendara.

Pertama, alasan Fisik. “Sebagian kendaraan bermotor didesain untuk dewasa, akibatnya ukuran fisik remaja tidak sesuai. Kalaupun sesuai jadinya memaksakan,” kata Ivan mengutip pernyataan Nina. Pemaksaan ini menyebabkan tubuh lekas pegal dan hilang konsentrasi ketika berkendara.

Kedua, alasan Kognitif, Menurut Nina seusai dengan perkembangannya, remaja memiliki kemampuan terbatas untuk melihat, menganalisa, dan menyimpulkan kondisi lalu lintas. Keterbatasan ini menyebabkan anak tidak bisa berstrategi saat berlalu-lintas.

“Kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan anak dan remaja yang asal menyalip saat berkendara di jalan raya. Dari cara nyelipnya bisa dilihat, anak dan remaja tidak banyak berfikir saat berkendara. Hal ini tentu berbahaya bagi dia dan pengendara lainnya,” kata Ivan mengutip pernyataan Nina.

Ketiga, alasan Emosi, Perkembangan emosi yang semakin baik pada anak dan remaja belum diimbangi dengan kemampuan kognitif. Akibatnya, anak dan remaja cenderung bertindak berdasarkan emosional. Kelabilan ini juga dipengaruhi hormon, yang menyebabkan anak dan remaja cenderung meledak-ledak.

“Kondisi ini menyebabkan anak dan remaja kerap tersulut emosinya, bila ada yang menyalip. Anak dan remaja biasanya akan langsung menyalip tanpa berfikir kondisi kendaraan lain. Bahaya sekali kalau mereka sampai kebut-kebutan di jalan,” kata Ivan.

Untuk diketahui, dalam persyaratan pemohon SIM perseorangan berdasarkan Pasal 81 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 22 Tahun 2009 untuk pemegang SIM kategori A, C dan D usia minimal adalah 17 tahun.

Maka dari itu, atas pertimbangan semua hal tadi, RSA Indonesia dengan tegas menolak wacana diterbitkannya SIM khusus pelajar yang disampaikan Gubernur Jateng.

Jika marak pengendara di bawah umur, menurut RSA Indonesia, pertama, yang harus dilakukan adalah pihak kepolisian harus kembali meningkatkan penegakan hukum dengan menggelar razia dan memberikan sanksi sesuai regulasi yang ada.

“Dan meminta dengan hormat kepada Korlantas Polri untuk tidak untuk mempertimbangkan agar tidak meloloskan wacana ini, karena terlalu banyak korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas,” tegas Ivan.

“Kedua, lahirkan kembali dan tingkatkan rasa peduli dan tanggung jawab dari orang tua dan lingkungan kepada si anak atau remaja agar mereka dapat diminimalkan dari risiko kecelakaan,” ujar Ivan.

Yang terakhir, RSA juga meminta para stakeholder diminta menyediakan sarana angkutan umum, atau bis sekolah yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil sebagai sarana antar jemput anak ke sekolah.