RASA ingin tahu anak-anak muda dan remaja kerap menggebu-gebu. Di zaman seperti saat ini, banyak orang bilang, hal itu sudah biasa. Tapi, kalau para remaja mengkritisi apa yang mereka anggap sudah tahu, itu namanya ‘spesial pake telor.’
“Kita semua banyak yang tahu soal aturan di jalanan, tapi persoalannya adalah kenapa kita masih melanggar? Justeru yang penting adalah bagaimana mempraktikannnya, bukan malahan melanggar aturan,” ujar Hasanudin, siswa SMK NU Mekanika Buntet, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, 16 November 2013, siang.
Bahasan itu mencuat dalam workshop yang digelar SMK di kawasan Buntet Pesantren bersama Road Safety Association (RSA) Indonesia. Workshop tersebut rangkaian dari aksi World Day of Remembrance (WDOR) for Road Traffic Victim tahun 2013 RSA Indonesia. Aksi di Cirebon merupakan putaran ketiga dari lima putaran yang digelar di empat kota di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
RSA Indonesia tak sebatas membeberkan risiko di jalan raya, namun juga menyingkap potensi pemicu kecelakaan lalu lintas jalan. Di bagian lain menyodorkan alternatif mengurangi risiko-risiko tersebut. Jurus yang disodorkan adalah ketaatan pada aturan, ketrampilan berkendara yang mumpuni. Selain itu, mengutamakan etika berkendara yang sarat dengan sikap toleran.
“Hal itu perlu ditularkan kepada siswa-siswa sekolah lanjutan menengah atas untuk memangkas potensi kecelakaan di jalan,” tegas Edo Rusyanto, ketua umum RSA Indonesia, di Cirebon, Sabtu.
Maklum, pada 2012, tiap hari rata-rata sebanyak 17 anak di bawah umur menjadi pelaku terjadinya kecelakaan di jalan. Siapa bertanggung jawab?
Lalu, sebagai korban kecelakaan, tiap hari, rata-rata ada 152 anak di bawah umur yang menjadi korban kecelakaan di jalan.
Nah, kalau anak-anak remaja/muda berusia 16-25 thn yang menjadi pelaku kecelakaan, tiap hari rata-rata ada 92 orang. Sebagian dari mereka itu, tiap hari rata-rata sebanyak 50 pelajar yang menjadi pelaku kecelakaan di Indonesia. Sedangkan dari kalangan mahasiswa yang menjadi pelaku kecelakaan pada 2012, rata-rata sebanyak 17 orang.
“Karena itu, bagi kami informasi mengenai road safety dari RSA Indonesia merupakan hal penting dan diperlukan,” ujar Wakil Kepala Sekolah SMA 1 Negeri Cirebon Bekti Susilo, di Cirebon, Sabtu pagi.
Dia menambahkan, sejak beberapa bulan terakhir pihaknya melarang siswa membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Khususnya, kata dia, aturan itu diberlakukan bagi mereka yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM). Larangan itu mencuat atas anjuran pihak kepolisian dan dinas pendidikan di Kota Udang itu.
Namun, fakta yang terjadi, para siswa yang belum memiliki SIM tetap masih ada yang membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Mereka melakukan hal itu salah satunya agar tidak terlambat ke sekolah yang mematok pukul 06.30 WIB sebagai batas waktu masuk kelas. Para siswa, kata Sumaryono dari pihak sekolah, memarkir kendaraan di sekitar sekolah, termasuk di area parkir hotel yang tak jauh dari sekolah. “Betul pak, kami parkir di sekitar sekolah,” ujar seorang siswa yang enggan disebut namanya.
Aksi WDOR
Pelanggaran aturan di jalan membuka pintu lebar-lebar untuk terjadinya kecelakaan. Fakta itu cukup sinkron dengan data Korlantas Polri yang menyebutkan bahwa di faktor manusia, aspek berkendara tidak tertib menyumbang sekitar 45% terhadap kecelakaan di jalan sepanjang Januari-Agustus 2013.
“Makanya, teman-teman jangan kebut-kebutan di jalan dan kalau naik motor pakai helm dong,” ajak Siti Fatimah, siswi SMK NU Mekanika saat diskusi di hadapan peserta workshop.
Bagi Irwan Handoko, alumni SMA 1 N Cirebon yang juga relawan RSA Indonesia, langkah penyuluhan ke almamaternya sebuah upaya penting. Penyuluhan ke sekolah berfaedah membentengi siswa siswi dari potensi pemicu kecelakaan di jalan.
RSA melakukan aksi di Cirebon sebagai rangkaian aksi WDOR 2013. Putaran pertama WDOR 2013 RSA Indonesia digelar dalam dua aksi, yakni di klub Plaza Indonesia Motor Club (PIMC) Jakarta Pusat, Sabtu, 9 November 2013. Lalu, pada hari yangg sama di kelompok pesepeda motor SC225 di Ragunan, Jakarta Selatan.
Dalam putaran kedua, RSA bersinergi dengan komunitas Pulsarian Indonesia PRA Bekasi, Kaliber, di Bekasi, Minggu, 10 November 2013.
Sedangkan putaran ketiga digelar di SMA 1 Negeri Cirebon, Cirebon Kota dan di SMK NU Mekanika, Kabupaten Cirebon. Aksi di Cirebon dilangsungkan pada Sabtu, 16 November 2013. “Ya Allah semoga apa yang kami lalukan bermanfaat bagi kami semua,” harap Fahad A Sadat, kepala sekolah SMK NU Mekanika.
WDOR adalah aksi perenungan bagi korban kecelakaan lalu lintas jalan yang digulirkan serempak di seluruh dunia pada 17 November, dalam setiap tahunnya. Tiap tahun, dunia kehilangan lebih dari satu jiwa akibat kecelakaan lalu lintas jalan. RSA Indonesia tahun ini menggelar aksi WDOR dalam enam putaran sepanjang November 2013. Tiap putaran diisi satu hingga tiga kegiatan berwujud informasi, sosialisasi, dan edukasi keselamatan jalan yang menjangkau komunitas, dunia pendidikan, dan masyarakat umum. Putaran tersebut digelar di empat kota di DKI Jakarta dan Jawa Barat, yakni Bandung, Bekasi, Cirebon, dan Jakarta. (edo rusyanto)